Semarang - Pada Bulan Desember ini, dalam rangka menyambut Hari Raya Natal, kali ini penulis akan posting tentang kemegahan arsitektur Gereja Blendug (Gereja GPIB Immanuel) Semarang yang terkenal itu.
Gereja Blendug Semarang merupakan gereja yang dibangun pada 1753 oleh komunitas orang Belanda di Semarang. Gereja ini merupakan salah satu landmark di kota lama. Nama asli gereja ini adalah Gereja GPIB Immanuel. Lokasinya di Letjen Suprapto No. 32, Kota Lama, dahulu bernama Jalan Gereja atau Kerk Straat. Di sekitarnya juga terdapat sejumlah bangunan lain dari masa kolonial Belanda.
Asal kata blendug sendiri dari bahasa Jawa yang berarti kubah. Nama blendug adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah. Kubah tersebut dilapisi perunggu yang dibentuk oleh usuk kayu jati. Di bawah kubah terdapat lubang cahaya yang menyinari ruang dalamnya. Pada sisi bangunan, Timur, Selatan dan Barat terdapat portico bergaya Dorik Romawi yang beratap pelana.
Perancang awalnya tidak diketahui, namun Gereja ini diperbarui secara drastis oleh arsitek W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde pada 1894-1895. Mereka menambahkan pada akhir abad itu dua buah menara.
Hasilnya, sebuah karya arsitek yang berimbang dengan komposisi sempurna. Pintu-pintu masuknya bergaya klasik dan kubahnya yang besar terbuat dari tembaga sungguh amat indah mengagumkan.
Interiornya juga cantik, dihiasi lampu gantung kristal, bangku-bangku ala Belanda dan kursinya semua masih asli. Lalu ada orgen Barok nan indah, yang sayangnya sudah tidak bisa dipakai (rusak). Bahkan tak ada ahli yang dapat memperbaikinya.
Tangga dari besi cor (lebur) menuju ke orgen Barok itu buatan perusahaan Pletterij, Den Haag. Pintu masuk gerejanya berupa pintu ganda dari panel kayu dengan ambang atas pintu melengkung seperti juga ambang atas jendelanya yang membusur. Ada dua tipe jendela di gereja ini yaitu, pertama, jendela ganda berdaun krepyak, dan kedua berupa jendela kaca warna-warni dengan bingkai.
Di bagian dalam terdapat ornamen yang masih dijaga keasliannya. Terutama adalah ubin lantai yang bewarna-warni, bangku-bangku yang terbuat dari kayu jati, serta mimbar untuk khotbah. Di dalam gereja ini juga Anda dapat melihat daftar nama pendeta yang pernah menjadi kepala pendeta Gereja Blendug dari awal berdirinya hingga saat ini.
Gereja Blendug mampu menampung 400 jemaah, dimana aktivitasnya adalah untuk kebaktian dan acara pemberkatan pasangan pengantin. Gereja Blendug membuka pintu bagi Anda yang ingin berkunjung melihat kemegahan arsitektur peninggalan kolonial Hindia Belanda ini, termasuk juga wisatawan non-Kristiani.
Warisan sejarah tak ternilai harganya ini sungguh sayang kalau tidak terawat dan dilestarikan. Mari kita jaga dan pelihara agar keberadaan Gereja Blendug ini tetap menjadi salah satu ikon Kota Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar