Rabu, 19 Maret 2014

Menengok Keberadaan Pasar Tradisional Di Surabaya


Surabaya - Kendati pertumbuhan pasar modern di kota-kota besar cukup pesat, agaknya Surabaya masih menyimpan pasar-pasar tradisional di berbagai sudut kota. Pasar lama yang mampu bertahan itu masih tetap menjadi "jujugan" warga Surabaya dan pendatang.

Keberadaan pasar-pasar tradisional tersebut erat kaitannya dengan posisi strategis Surabaya sebagai salah satu pelabuhan dagang terbesar di Nusantara pada masa lalu hingga mendorong tingginya aktivitas perdagangan di bantaran sungai Kalimas.

Galeri Seni "House of Sampoerna" Surabaya mencatat 5-6 pasar tradisional di sepanjang bantaran Sungai Kalimas yang masih menggeliat di tengah pusaran pusat perbelanjaan modern, di antaranya Pasar Pabean, Pasar Atom, Pasar Genteng, Pasar Pasar Kayun, dan Pasar Blauran.

Pertama, Pasar Pabean adalah pasar yang dikenal sebagai salah satu pusat perkulakan ikan, rempah dan bahan pangan di kawasan Surabaya Utara. Tidak ada catatan resmi kapan pasar ini berdiri, namun data UPTD Pasar Surya mencatat Pasar Pabean berdiri pada tahun 1918.

Di bagian depan pasar terdapat bangunan bergaya neo classic peninggalan Belanda yang kini difungsikan sebagai kantor pengelola pasar. Pasar Pabean dikenal sebagai pusat transit berbagai hasil laut dan tambak dari luar kota (Sidoarjo, Gresik, Tuban, Madura), bahkan luar pulau (Kalimantan dan Sulawesi). Ada pula, komoditas hasil olahan ikan, serta komoditas rempah atau bumbu masakan khas Tionghoa dan Arab.

Kedua, Pasar Atom adalah pasar yang tidak dapat dilepaskan dari pasar liar yang terdapat di sepanjang jalur Kali Pegirian pada tahun 1950-an. Atas inisiatif Pemkot Surabaya, pasar ini kemudian dipindahkan ke lokasi yang sekarang pada tahun 1979.

Nama Pasar Atom sendiri telah digunakan semenjak pasar tersebut berlokasi di Kali Pegirian. Pada masa itu, berbagai produk rumah tangga yang berbahan plastik/atom sedang menjadi tren di Surabaya, dan pasar ini merupakan salah satu sentra penjualan produk berbahan dasar atom, namun komoditas yang dijual kini semakin beragam.

Ketiga, Pasar Genteng adalah pasar yang diresmikan pada tahun 1872. Pasar Genteng diambil alih oleh Pemerintah Kolonial pada tahun 1906. Perkembangan aktivitas ekonomi mendorong dibangunnya sebuah los sepanjang 24 meter di Pasar Genteng pada tahun 1916 untuk pedagang komponen elektronik.

Perluasan lahan dan penambahan bangunan kemudian dilakukan pada tahun 1975, sehingga pasar tersebut memiliki tiga lantai. Walaupun pusat perbelanjaan modern di sekitar wilayah Pasar Genteng semakin menjamur, tapi masih banyak masyarakat yang setia memenuhi kebutuhan rumah tangganya dengan berbelanja di Pasar Genteng.

Hal tersebut tidak lepas dari ikatan emosional yang terjadi antara pembeli dan penjual ketika melakukan kegiatan jual-beli seperti bertanya kabar atau tawar-menawar maupun membeli dengan mencicil pembayaran. Pasar Genteng sering menjadi jujugan para pendatang untuk membeli makanan khas dari berbagai daerah di Jatim untuk dibawa pulang sebagai buah tangan.

Keempat, Pasar Kayun adalah nama sebuah kawasan perumahan elit Surabaya pada tahun 1920-1940. Kata Kayun atau Kayon atau Kajoon sendiri berasal dari kosa kata literatur Bahasa Jawa yang berarti hidup.

Memasuki tahun 1960-an, kawasan Kayun mulai berubah menjadi pasar bunga. Pada tahun 1985, Pasar Kayoon dikenal sebagai sentra penjualan bunga seiring dengan perkembangan Surabaya menjadi kota metropolitan, meski pada masa itu hanya ada lima pedagang yang berjualan di sana.

Pasar ini mampu menyediakan berbagai jenis bunga secara lengkap dan berkualitas. Pasokan bunga hampir seluruhnya didatangkan dari Kota Batu, Malang. Merebaknya bisnis bunga ini membuat banyak petani apel di Malang beralih menanam bunga, seperti bunga gladiol, krisan, mawar, aster, dan kenikir.

Kelima, Pasar Blauran berasal dari bahasa Belanda "Blauw" yang berarti biru. Penamaan ini disebabkan pemukiman di kawasan tersebut dulunya berpagar warna biru. Dibangun pada tahun 1950-an, lalu Pasar Blauran dibongkar menjadi gedung bertingkat seperti sekarang pada tahun 1970-an.

Di bagian utara pasar ini dulunya adalah Kranggan Complex, tempat pertokoan dan bioskop Capitol Teather. Pasar Blauran populer sebagai tempat berbelanja perlengkapan sekolah (buku, seragam, dan lain - lain), sentra kuliner khas Surabaya, misalnya Lontong Balap, Rujak Cingur, Kikil, Rawon, serta berbagai penganan lain seperti gado-gado, jajan pasar, dan lain - lain.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar